Promosi Senyap: Siap-Siap Termotivasi atau Terdemotivasi?

Promosi Senyap: Siap-Siap Termotivasi atau Terdemotivasi?

Promosi Senyap: Siap-Siap Termotivasi atau Terdemotivasi? Anda tiba-tiba diberi tanggung jawab yang belum pernah diterima sebelumnya. Artinya, pekerjaan anda bertambah. Namun, jabatan anda tidak berubah. Gaji juga tidak naik.

Pernahkah Anda mengalami yang demikian itu? Itulah yang namanya promosi senyap atau quiet promotion. Meski mengandung kata promosi, kenyataannya tidak seperti yang dibayangkan. Tidak semua orang gembira dengan promosi yang satu ini.

Contoh konkretnya adalah sebagai berikut. Dina bekerja sebagai marketing support di sebuah perusahaan. Tugas utamanya adalah memberi dukungan administratif kepada tim pemasaran. Ia juga bertugas membuat iklan di media sosial. Suatu hari, manajernya keluar dari perusahaan. Namun, perusahaan tak segera mencari penggantinya.

Justru Dina diminta untuk “maju” dan mengambil alih banyak tugas mantan manajer, seperti merencanakan kampanye, mengelola anggaran, dan mengawasi anggota tim yang lebih muda. Apakah jabatan Dina berubah? Tidak. Apakah gajinya naik? Juga tidak. Perusahaan berdalih kondisi ini hanya berlangsung sementara. Entah sampai kapan sementara itu.

Promosi Senyap: Siap-Siap Termotivasi atau Terdemotivasi?

Fenomena promosi senyap ini sebenarnya sudah lama, tetapi makin banyak didiskusikan akhir-akhir ini. Ini dikaitkan dengan dunia kerja modern, tatkala karyawan diminta untuk bersikap lebih fleksibel dan kompeten dalam berbagai hal. Menurut survei yang dilakukan oleh platform ulasan karyawan JobSage, 78% pekerja Amerika pernah mengalami promosi senyap. Sebanyak 57% dari mereka merasa dimanipulasi atau dimanfaatkan oleh pemberi kerja yang meminta mereka untuk bekerja lebih keras.

Baca :   Talent Drain: Saat Bintang Memutuskan Hengkang

Ada sejumlah alasan mengapa perusahaan melakukan promosi senyap. Pertama, perusahan sedang menghadapi tantangan. Misalnya sedang mengalami pertumbuhan pesat atau sedang melakukan restrukturisasi. Dalam kondisi tersebut, mencari orang yang tepat memerlukan waktu. Pada saat yang sama, pemenuhan kebutuhan tak bisa ditunda.

Kedua, ada karyawan yang berkompetensi, berkinerja, dan berdedikasi di atas rata-rata. Mereka mampu mengemban tugas lebih banyak dan lebih berat sehingga “dipromosikan” meski gaji dan jabatan formal tetap.

Ketiga, perusahaan tidak memiliki anggaran untuk merekrut orang baru dan menaikkan gaji karyawan. Karena itu, perusahaan memanfaatkan “apa yang ada.”. Ada juga perusahaan yang melakukan promosi senyap dengan dalih tidak mau menghambur-hamburkan uang (meski alasan ini tidak valid).

Promosi Senyap Menciptakan Demotivasi?

Apakah promosi tanpa dibayar ini selalu menimbulkan demotivasi? Jawabannya: belum tentu, bergantung pada sudut pandang seorang karyawan. Karyawan memang akan mengalami demotivasi jika kompensasinya tidak sepadan dengan beratnya tanggung jawab. Jika demikian, hasilnya hanyalah stres dan kelelahan. Ini tentu menjadi isyarat bahaya bagi perusahaan. Demotivasi juga bisa muncul jika karyawan merasa promosi senyap ini mengaburkan manajemen karier dalam perusahaan. Mereka akan merasa frustrasi dan bingung.

Baca :   Pro Kontra Experiential Hiring

Twitter (sebelum diambil alih Elon Musk serta berganti nama menjadi X) bisa menjadi contoh promosi senyap yang menimbulkan demotivasi. Kala itu, setelah serangkaian PHK, banyak karyawan yang tersisa mendapati diri mereka diam-diam dipromosikan ke peran dengan tanggung jawab yang jauh lebih besar. Twitter harus berjuang mengatasi kesenjangan akibat hengkangnya banyak karyawan.

Misalnya, seorang manajer produk ditugaskan untuk mengawasi beberapa lini produk, secara efektif melakukan pekerjaan tiga peran, tanpa perubahan jabatan formal atau penyesuaian gaji. Ada juga software engineer level menengah yang tiba-tiba bertanggung jawab memimpin sebuah tim, mengelola proyek, dan memastikan tetap beroperasinya sistem vital. Padahal, tanggung jawab tersebut biasanya diemban oleh manajer senior.

Akibat promosi senyap ini, banyak karyawan merasa kewalahan dan tidak dihargai. Bayangkan saja. Mereka dipaksa berkontribusi melebihi kemampuan namun tidak dibayar dan tanpa pengakuan secara formal. Dan bagi Twitter, perusahaan memang berhasil menghemat biaya. Namun, itu tak lama. Moral karyawan merosot. Inovasi terhambat.

Namun, promosi senyap juga bisa menimbulkan motivasi. Kapan itu terjadi? Jika karyawan paham bahwa promosi senyap ini akan berdampak positif bagi karier mereka. Bagi mereka, ini adalah peluang untuk mengembangkan keterampilan dan memperluas jejaring. Untuk merespons hal tersebut, ada juga perusahaan yang menjadikan promosi senyap sebagai semacam tes untuk menguji kelayakan karyawan.

Baca :   Menjembatani Kesenjangan Generasi Menghadapi Talent Cliff

Ada juga karyawan yang justru merasa senang bila diberi tugas atau tanggung jawab tambahan. Bagi mereka, hal tersebut menimbulkan kepuasan. Namun perlu diingat, tidak semua karyawan termotivasi dengan promosi senyap. Ini hanya berlaku terutama bagi pemburu karier. Oleh karenanya, perusahaan harus selektif dalam memilih orang untuk promosi senyap. Tidak boleh asal pilih. Kriterianya harus jelas.

Karyawan bisa jadi akan lebih bersemangat jika mendapatkan penghargaan berkat kesediaannya menjalani quiet promotion. Dalam hal ini, penghargaan yang diberikan bukan dalam bentuk uang, melainkan dalam bentuk lain. Misalnya pujian, kesempatan mendapatkan pelatihan, atau cuti setelah masa promosi senyap selesai.

Bagaimanapum, promosi senyap tidak boleh dijadikan kebiasaan. Artinya, perusahaan harus mengelola karyawannya secara profesional. Termasuk perencanaan karier. Jika ada karyawan yang mengundurkan diri, harus segera dicari penggantinya.

Promosi Senyap: Siap-Siap Termotivasi atau Terdemotivasi?

Kategori: Human Capital & Talent Management

#quiet promotion #demotivasi #twitter #X #Elon Musk #motivasi #penghargaan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Artikel Terkait